Breaking News
light_mode
Beranda » Ekonomi » Pakar Ekonomi Amati Swasembada Beras. “ini Stok Tertinggi Sepanjang Sejarah”,

Pakar Ekonomi Amati Swasembada Beras. “ini Stok Tertinggi Sepanjang Sejarah”,

  • account_circle Redaksi
  • calendar_month Jum, 28 Nov 2025

Pakar Ekonomi Universitas Indonesia, Ninasapti Triaswati, Mengamati bahwa Indonesia kini telah mencapai swasembada beras, ditandai proyeksi produksi nasional yang mencapai 34,77 juta ton gabah kering giling pada akhir 2025. jumlah tersebut dinilai cukup untuk memenuhi kebutuhan 286 juta penduduk indonesia

Ia menegaskan bahwa keputusan Presiden Prabowo Subianto menutup total keran impor beras sejak Januari 2025 bukan sekadar langkah sementara, melainkan komitmen jangka panjang yang kini terbukti mengubah peta perdagangan beras global.

Selama dua dekade terakhir, Indonesia merupakan importir beras terbesar dunia. Absennya Indonesia sebagai pembeli membuat stok beras global melonjak ke level tertinggi sepanjang sejarah. Berdasarkan laporan FAO dan USDA per November 2025, stok akhir musim 2025/26 diperkirakan mencapai 185,1 juta ton, meningkat tajam dibanding tahun sebelumnya, meski terjadi sedikit koreksi akibat faktor cuaca di beberapa negara produsen.

Di sisi lain, produksi global juga naik menjadi 556,4 juta ton (basis milled) berkat panen besar di India, Thailand, dan Vietnam. Pasokan yang melimpah ditambah hilangnya permintaan Indonesia membuat harga ekspor beras dunia anjlok dari kisaran US$620–650 per ton pada 2024 menjadi hanya US$375–400 per ton, dan masih menunjukkan tren penurunan.

“Ini adalah fakta yang sering diabaikan oleh para pengkritik kebijakan swasembada,” ujar Ninasapti. Ia menambahkan, “Harga beras impor yang terlihat ‘murah’ bukan disebabkan efisiensi negara pengekspor, melainkan karena mereka kehilangan pasar terbesar dan terpaksa menurunkan harga agar stok mereka tidak menumpuk. Yang diuntungkan dari situ bukan rakyat Indonesia, tetapi justru importir dan spekulan.”

Ninasapti juga menyinggung narasi yang kerap muncul bahwa wilayah terpencil seperti Papua, Maluku, atau Sabang tidak bisa memperoleh beras terjangkau tanpa impor. Menurutnya, pemerintah sedang menjalankan solusi jangka panjang yang lebih komprehensif, seperti alokasi Rp189 miliar tahun ini untuk perluasan sawah dan pembangunan irigasi di Aceh yang akan diperbesar pada 2026, peningkatan kapasitas gudang dan armada Bulog hingga ke daerah terpencil, serta penyusunan subsidi energi khusus untuk distribusi pangan pokok.

“Permasalahan logistik memang nyata, tetapi itu bukan alasan membuka kembali keran impor yang berpotensi merusak harga gabah petani di Jawa, Sumatera, dan Sulawesi,” katanya. “Swasembada tidak berarti setiap pulau harus menghasilkan padi, melainkan memastikan seluruh warga bisa memperoleh beras dengan harga wajar dari hasil produksi bangsa sendiri.”

Ia menegaskan bahwa Indonesia sebagai negara besar telah berhasil meningkatkan produksi beras hingga mencapai rekor tertinggi sepanjang sejarah.

“Kondisi pasar beras dunia hari ini berubah karena Indonesia mengatakan ‘cukup’,” ungkapnya. “Ketika stok global mencetak rekor dan harga internasional merosot ke titik terendah dalam satu dekade, Indonesia mampu berdiri tanpa impor. Ini bukan sekadar soal pangan, tetapi soal kedaulatan. Mereka yang masih meragukan atau mencoba menghambat proses ini, sadar atau tidak, sedang berpihak pada posisi yang keliru dalam perjalanan sejarah.”

  • Penulis: Redaksi
expand_less